ANAK RANTAU
Maha
baik Allah SWT, tiga tahun lalu saya di beri amanat untuk melanjutkan
pendidikan. Melanjutkan kehidupan yang baru. Suasana baru, lingkungan baru,
keluarga baru, ah senangnya. JOGJA adalah kota yang diamanatkan Allah.
Tidak
terlukiskan betapa senangnya saya dan keluarga saat itu. Ucapan syukur tak
henti-hentinya keluar dari mulut kami.Tangisan senang dan haru membanjiri wajah
kami. Setelah penantian dan penolakan
beberapa perguruan tinggi akhirnya, jalan terakhir untuk melanjutkan pendidikan
di kota Gudeg ini tercapai.
Beberapa
hari sebelum daftar ulang, timbul keraguan dalam hati. Beberapa kali Ibu
bertanya, “kenapa kok malah ragu begitu ?”. Pikiran negatif menjadi anak rantau
berkali-kali hadir dipikiran saya.
Dari
kecil saya memang tergolong anak manja, sampai duduk di bangku sma, saya masih
dijuluki sebagai anak mami. Ya
benar juga sih saya kemana-mana sama ibu saya, apalagi semenjak duduk di bangku
sma, saat mbak juga melanjutkan pendidikan di kota orang, dan bapak juga
merantau di kota orang. Di rumah cuma ada saya dan Ibu jadi, ya saya
kemana-mana ngajakin ibu hehe.
Mungkin
saat itu alasan terbesar keraguan saya
adalah saya harus jauh dengan keluarga. Hmm.. setelah berdoa dll akhirnya
mendekati hari H berangkat ke Jogja, menyusul mbak yang saat itu juga masih
mengurus surat kelulusan dan kerja . Bismillah.. ucap saya saat itu.
Berangkatlah ke Jogja saat itu cuma diantar Bapak, karena sebentar lagi Ibu
juga ke Jogja untuk mengahdiri wisuda mbak, jadi ibu gak ikut nganter ke Jogja.
Drama keluargapun dimulai. Ditengah-tengah saya berpamitan dengan Ibu, air mata
ibu mengalir di pipi-pinya.
Sampai
saat ini pun setiap anak-anaknya, Ibu dan Bapak mau berangkat, mesti mereka
berdua selalu menangis. Seminggu di Jogja mengikuti serangkaian OSPEK, bertemu
banyak orang, berkunjung di tempat-tempat baru membuat saya, sedikit melupakan dengan
kota asal saya. Tetapi setelah saya sendirian, rasa rinduh akan kota asal dan
penghuninya menghampiri saya. Terutama saat mbak masih kerja dan saya sendirian
di kos.
Terasa
waktu berjalan dengan cepat, saat ini saya sudah memasuki tahun ketiga Kota
Gudeg ini, tahun ketiga saya menjadi anak rantau. Suka duka telah saya lalui di
kota ini. Pikiran orang lain terhadapa saya sebagai “Anak Mami” semakin
berkurang hehe. Banyak hal istemewa yang Allah hadirkan pada saya di tiga tahun
ini.
Satu
tahun pertama di kota ini, saya masih bersama mbak. Dari mbak saya belajar banyak
hal, diajak ketempat baru, diajak nonton konser hehe, dll. Tahun kedua mungkin awal mula saya benar-benar menjadi “Anak Rantau”.
Mbak nglanjutin pendidikan di kota berbeda, mau tak mau saya yang biasanya
hidup bergantung pada mbak harus bisa hidup sendiri.
Managemen
diri sangat penting bagi saya, setiap bangun tidur saya harus berpikir saya mau
ngapain hari ini, jam berapa hal- hal itu di bisa dilaksanakan. Hal tersebut
membuat saya harus mencatat setiap jadwal kegiatan saya, hmm meskipun terkadang
ada kegiatan dadakan diluar dugaan. Setiap hari harus bisa berpikir gimana
manfaatin uang dengan tepat. Setiap hari harus berpikir gunain waktu seefesien
mungkin. Ya meskipun saya tidak bisa mencapai hal-hal itu semua, tetapi
setidaknya saya telah berencana.
Di
tahun ketiga ini, masih banyak hal yang ingin saya capai sebelum saya berlanjut
menjadi Anak Rantau di kota selanjutnya. Masih banyak hal yang harus saya
perbaiki, masih banyak tempat yang belum saya kunjung, masih banyak kenangan
yang belum saya buat hehe dan satu lagi saya belum pernah naik Trans Jogja
(semoga cita-cita) ini segera terkabul ya ehehe, meskipun sepele hanya naik
Trans Jogja, tapi menurut saya sangat berarti bagi hidup saya hehe. Itu sedikit
cerita saya menjadi Anak Rantau. Terima Kasih karena telah menyempatkan
waktunya, membaca tulisan alay ini ehehe.
yukk, tak aja numpak tj tik wkwk
BalasHapusahaha ayok nis kapan ki wkwk
BalasHapus